PENDIDIKAN KARAKTER MELALUI PENDIDIKAN MATEMATIKA
DOI:
https://doi.org/10.22487/aksioma.v5i3.761Keywords:
Karakter, cerdas, karakteristik matematikaAbstract
Pendidikan manusia Indonesi harus terarah ke tujuan tujuan bangsa Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan Undang Undang Negara Republik Indonesia, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Karakter yang dimunculkan dalam proses pendidikan formal di Sekolah memuat 18 nilai karakter dirumuskan oleh Kememendiknas yang mengarah ke pembentukan anak yang cerdas. Pendidik di Sekolah harus mendidik peserta didik menjadi anak cerdas. Anak cerdas tentu pintar, tetapi anak pintar belun tentu cerdas. Cerdas berhubungan dengan karakter yang selalu berbuat kebaikan. Kenyataannya, orang yang sering berbuat kejahatan (pencuri/koropsi, narkoba) merupakan orang-orang pintar. Matematika mempunyai karakteristik atau ciri khusus sebagai ilmu yang pentig dalam pendidikan nilai, sebagai landasan pendidikan karakter yaitu (1) matematika disusun secra deduktif-aksiomatik (2) dijiwai oleh kesepakatan-kesepakatan, (3) anti Kontradiksi, (4) matematika memiliki banyak analogi, (5) matematika dapat sendiri dan membantu bidang lain, (6) matematika memiliki objek abstrak, dan (7) matematika memiliki semesta pembicaraan. Ilmu pengetahuan dan kepastian sebagai hasil kajian keingintahuan ketidakpastian dan keraguan yang tidak disertai nilai kemanusiaan dengan semangat cinta kasih akan menghancurkan dunia. Dengan berpegang pada karakteristik matematika yang merupakan ciri matematika, kita melaksanakan nilai-nilai kehidupan dengan: (1) berfikir deduktif dari kebenaran pangkal berdasarkan ajaran agama yang dianut, dan berlandaskan pancasila sebagai dasar Negara dan juga sebagai landasan fiosofi pendidikan (matematika) di Indonesia. (2) dijiwai oleh kesepakatan-kesepakatan yang disepakati bersama sebagai norma aturan yang harus ditaati dan dijalankan dalam keluarga, masyarakat, bangsa dan Negara. (3) pemahaman yang anti kontaradiksi yang dapat diterima oleh semua pihak, yang tidak mengorbankan diri sendiri, terutama jangan mengorbankan orang lain. (4) analogi-analogi yang serupa dapat ditiru, tetapi tidak merusak atau mengorbankan aturan dan norma kehidupan dan masyarakat lokal. (5) berkarya sendiri dan membantu bidang lain. Pada dasarnya manusia hidup selalu berada dalam dua situasi yaitu dalam situasi sendiri yang tidak mau diganggu oleh orang lain, dalam situasi pribadi sebagai makhluk individu, dan dalam situasi bersama dengan orang lain sebagai makhluk sosial yang dalam kehidupan tentu saling membutuhkan. (6) menetapkan semesta pembicaraan yang menunjukkan adanya lingkup pembicaraan, lingkup kajian, sehingga tidak terjadi kesalahpahaman, karena sering terjadi ada campur tangan seseorang tertentu dalam wilayah orang lain yang tidak dalam lingkungannya dan tidak tahu permasalahannya, mencamprui pembicaraan orang lain, tetapi tidak tahu arah pembicaraan, karena masuk pada semesta pembicaraan orang lain.
Downloads
Published
How to Cite
Issue
Section
License
Copyright (c) 2016 Author
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.